Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Nanang Avianto menyebut, pendataan korban ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, dibagi ke dalam tiga klaster yaitu santri, pengurus pesantren, dan pekerja pembangunan.
“Kemudian dari perkembangan yang kita lihat dari pendataan. Penghuni di sana yang kemudian dimasukkan datanya di posko. Kan kita bagi dalam tiga klaster yang pertama adalah jumlah santrinya. Ke-2 adalah pengurus pesantren yang ke-3 adalah pekerja. Yang melakukan pembangunan pesantren itu,” ujarnya di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat
Menurutnya, pengelompokan tersebut penting agar petugas mudah melacak keberadaan penghuni yang sebelumnya tercatat berada di lingkungan pesantren saat bangunan runtuh.
Dari hasil pendataan awal, sebagian besar baru mencakup santri dan pengurus, sedangkan pekerja masih terus diidentifikasi.
Ia menegaskan meski pendataan dilakukan, prioritas utama sejak awal tetap pada penyelamatan korban. “Tahapan kemarin di awal adalah kita mengutamakan pertolongan kepada korban dulu. Sambil pendataan,” ujarnya.
58 Orang Masih Tertimbun
Nanang menambahkan, setelah masa golden time berakhir, proses evakuasi difokuskan pada pembersihan material. Tim gabungan dari Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan), TNI, Polri, Damkar (Pemadam Kebakaran), serta relawan terus dikerahkan untuk mempercepat pencarian korban.
“Supaya tidak ada terganggu dengan melihat dari kemungkinan jumlah yang ada, kita pusatkan di sini di Rumah Sakit Bhayangkara, dan ini sudah kita persiapkan mulai dari peralatan dan kemudian dari tim medisnya,” tambah Kapolda.
Jenderal bintang dua itu menyebut hingga kini masih ada sekitar 58 orang yang belum diketahui keberadaannya pasca ambruknya musala ponpes tersebut.
“Kemarin terdata, masih ada 58 kalau enggak salah yang belum diketahui keberadaannya. Dan ini pun juga bertahap menemukan kurang lebih ada berapa dari 5 ya, ada tambahan 5,” katanya.
Tes DNA Korban
Ia mengatakan, proses identifikasi terus dilakukan. Lima jenazah yang baru ditemukan kini berada di RS Bhayangkara Surabaya untuk dilakukan identifikasi melalui data biometrik, DNA, hingga barang pribadi korban.
“Pendataan-pendataan awal yang dari data yang dari Dukcapil (Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil) di sini. Kan dari mungkin dari titik jari kemudian dari retina mata dari darah DNA properti baju yang dipakai ini semuanya sedang kita identifikasi,” ujarnya.
Menurutnya, identifikasi ini penting agar keluarga korban bisa segera mengetahui kejelasan anggota keluarganya yang masih ditunggu. Kapolda juga memastikan seluruh proses dilakukan transparan melalui posko pendataan yang bisa diakses media.
“Apapun yang terjadi ya harus kita terima dengan kondisi kecelakaan seperti ini dan ini mungkin pembelajaran semua. Di dalam kegiatan proses pembangunan apapun itu memang harus sesuai dengan speknya dan ada perizinan supaya tidak terjadi ini,” ucapnya.