Jakarta Sejumlah fakta baru terungkap di balik kematian MIP, kepala cabang bank BUMN yang diculik dan dibunuh sekelompok orang. Salah satunya, MIP adalah target yang diincar secara acak.
Polisi mengatakan, sebelum menargetkan MIP, komplotan yang diotaki DH coba mencari kepala cabang yang biasa diajak kongkalikong untuk memuluskan kejahatan mereka. Yakni memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampungan.
“Dan temannya hanya memberikan kartu nama sehingga dari situ dilakukan pembuntutan,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, kepada wartawan, Selasa (17/9/2025).
Berbekal Kartu Nama MIP
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5351024/original/024757800_1758013261-IMG_8611.jpeg)
Ditambahkan Kasubdit Jatanras, AKBP Abdul Rahim, butuh waktu kira-kira satu bulan bagi C alias K dan DH mencari kepala cabang bank yang akan ditarget untuk diculik. Tetapi selama itu pula, usaha mereka tak membuahkan hasil.
“Namun dalam perjalanannya setelah sekian lama, 1 bulan lebih, mereka tidak berhasil mendapatkan kepala cabang bank yang mau diajak kerja sama ” kata Abdul.
Sampai suatu hari, C alias K mendapat operan data dari lapangan berupa kartu nama milik MIP. Data dari kartu nama yang didapatnya dikirimkan ke DH untuk kemudian ditelusuri keberadaanya.
Mereka kemudian mencari rumah korban. Namun gagal karena alamatnya tidak jelas. Tak putus asa, mereka mengintai MIP di kantornya dan dari situlah pembuntutan dimulai, hingga akhirnya korban dibidik untuk diculik.
“Kemudian dari malam, dari tengah malam mereka sudah menunggu tim yang membuntuti sudah menunggu di depan kantor korban, kemudian selanjutnya diikuti,” ujar Abdul.
Penyebab MIP Akhirnya Dibuang ke Semak-Semak
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5325910/original/096184500_1756045053-Blue_and_White_Modern_Highschool_Id_Card__1_.jpg)
AKBP Abdul Rahim juga mengungkap penyebab MIP batal dibawa ke safe house. Ternyata, lokasi yang dijanjikan sudah disewa orang lain. Padahal di posko itu, MIP semula akan dipaksa menuruti kemauan pelaku untuk mengalihkan dana.
“Berdasarkan penyidikan kami, bahwa ada salah pendapat antara DW dan JP dengan Serka N. Yang mana pada saat perencanaan, Serka N menyanggupi untuk menyiapkan posko. Namun, pada pelaksanaannya, N menyampaikan bahwa posko yang disiapkan sedang disewa oleh orang lain,” kata Abdul.
Karena hal itulah korban tidak jadi dibawa ke posko atau safe house, malah tetap berada dalam mobil Fortuner hitam. Seandainya MIP bersedia saat itu, tim IT yang disiapkan oleh K alias C akan datang dan bersama-sama menuju bank tempat MIP bekerja.
“Mereka bersama-sama membawa korban ke bank. Nanti akan dieksekusi rekening dormant tersebut di bank kantornya si korban bekerja,” ucap dia.
Skenario Penculikan Dimulai
Setelah mendapatkan target sasaran, C alias K melakukan pertemuan dengan DH dan AAM pada tanggal 30 Juli 2025. Pada pertemuan itu, ada dua opsi diusulkan. Pertama, korban hanya dipaksa untuk mematuhi perintah lalu dilepas. Kedua, korban tetap dipaksa, lalu dibunuh.
Rencana jahat ini terus berlanjut dengan pembicaraan pada 31 Juli dan 12 Agustus 2025. Lewat percakapan WhatsApp, C memutuskan opsi pertama. Melakukan pemaksaan dengan kekerasan setelah itu korban dilepaskan.
16 Agustus 2025, DH menindaklanjuti rencana dengan menghubungi JP di kawasan Kota Wisata, Cibubur. JP menanyakan adakah orang yang bisa membantu memuluskan rencana jahat mereka.
Keesokan harinya, 17 Agustus 2025, JP mendatangi rumah Serka N, oknum Anggota TNI. Serka N bergerak mengumpulkan orang-orang yang dilibatkan. Malamnya, di sebuah kafe di Cibubur, empat orang yaitu DH, JP, AAM, dan N berkumpul. Agenda pertemuan menyiapkan penculikan terhadap MIP.
Tanggal 18 Agustus, pertemuan berlanjut. Kali ini hadir DH, AAM, JP, dan M di sebuah kafe lain di kawasan yang sama. Mereka membagi peran. DH dan AAM bertugas menyiapkan tim pengintai, dengan tiga orang anggota yakni R, E, dan B. JP menyiapkan tim lain untuk membuntuti korban, termasuk orang berinisial AW. Sedangkan M menghubungi Kopda FH, yang juga oknum prajurit TNI.
Sehari kemudian, 19 Agustus, Kopda FH mengatur pertemuan di Cijantung. Kopda FH mengajak E, B, R, dan A. Di sana, FH menunjukkan foto calon korban dan memberi perintah untuk mejemput orang ini, lalu serahkan kepada tim yang sudah dipersiapkan JP.
Bahkan, sebuah “safe house” sudah disiapkan, tempat di mana korban akan dipaksa melakukan kegiatan pemindahan dana.
20 Agustus 2025. Sejak siang, tim eksekutor membuntuti MIP. Sekitar pukul 15.30 WIB, di parkiran Lotte Mart, Jakarta Timur, mereka bergerak. Avanza putih yang disiapkan menunggu. Begitu korban menuju mobilnya, komplotan E, R, B, dan A menyergap. MIP ditarik paksa, diikat, dilakban, lalu dimasukkan ke dalam Avanza.
Malam harinya, sekitar pukul 21.00 WIB, korban dipindahkan ke mobil Fortuner hitam di kawasan Kemayoran. Di mobil itulah, MIP berada dalam cengkeraman JP, M, U, dan D. Rencananya, korban akan dibawa ke safe house untuk dipaksa memindahkan dari rekening dormant ke rekening penampung. Namun tim penjemput yang dijanjikan C alias K tak kunjung datang. Sementara kondisi korban semakin lemah.
Akhirnya korban MIP dibuang di kawasan Serang Baru, Cikarang. Tubuhnya dibiarkan tergeletak, masih terikat.
15 Tersangka 2 di Antaranya TNI
Dalam kasus ini, polisi berhasil meringkus 15 orang. Mereka dibagi dalam empat klaster otak perencana, eksekutor penculikan, penganiaya yang menyebabkan korban tewas, dan tim surveilans yang membuntuti.
Selain dari kalangan sipil, dua oknum TNI juga dituding terlibat. Polisi Militer Kodam Jaya telah menetapkan Serka N dan Kopda F. Keduanya kini sudah ditahan.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5349639/original/031727200_1757925794-Infografis_HEADLINE_cms__9_.jpg)